Jagalah hati jangan kau kotori
Jagalah hati lentera hidup ini
Jagalah hati jangan kau nodai
Jagalah hati cahaya Illahi
Bila hati kian bersih pikiranpun akan jernih
Semangat hidup nan gigih
Prestasi mudah diraih
Namun bila hati keruh
Batin selalu gemuruh
Seakan di kejar musuh
Dengan Allah kian jauh
Jagalah hati jangan kau kotori
Jagalah hati lentera hidup ini
Jagalah hati jangan kau noda
Jagalah hati cahaya Illahi
Biasanya manusia sangat memberi perhatian dan mengawasi kesehatan fisik. Pengawasan dibuat dengan seribu satu macam cara. Apabila mengalami sakit atau gangguan lainnya, biasanya tanpa lengah lagi manusia akan segera menemui dokter. Andainya sembuh, mungkin akan berpindah ke dokter ahli.
Anehnya, tidak demikian sikap manusia dalam menghadapi penyakit hati atau rohani. Ada manusia memandang remeh persoalan hati atau roh. Padahal akibat dari semua itu akan melahirkan penyakit penyakit hati yang kemudian melahirkan segala kejahatan dan kemungkaran dan kemaksiatan lainnya.
Kenapa kita mesti menjaga hati? Karena kelak hati atau roh itu akan kekal atau dikekalkan, tidak seperti fisik kita. Yang dulunya cantik tapi akan berubah menjadi keriput dan peot. Fisik ini akan binasa dimakan usia dan akan hancur berkalang tanah. Tapi hati atau roh, akan kekal walau kita sudah mati, dan hati itu akan diberi jasad baru di akhirat. Hati atau Roh itulah yang akan menerima atau merasa nikmat atau azab bersama jasad barunya di Akhirat kelak.
Hati atau roh itu menjadi rebutan antara malaikat dan syaitan, yang mana sama-sama ingin mengisi. Malaikat dengan iman, syaitan dengan kekufuran atau malaikat dengan keyakinan, syaitan dengan keraguan.
Hati atau roh adalah tempat jatuhnya ilham atau ilmu laduni (mendapat ilmu tanpa belajar), ia merupakan wahbiah (anugerah) dari Allah. Akal tempat ilmu nazali (ilmu yang dipelajari). Sedangkan hati atau Roh kalau ia bersih, Allah akan memberikan ia rasa yang tepat.
Roh kalau ia terlalu bersih, matanya lebih tajam dari mata lahir atau mata kepala, sebahagian perkara yang ghaib Allah perlihatkan kepadanya. Itulah yang dikatakan mukasyafatul qulub.
Roh atau hati adalah raja dalam diri. Kalau hati itu baik, ia akan arahkan pasukannya (tentara-tentaranya) yaitu anggota badan kita kepada kebaikan. Kalau ia jahat, ia akan arah tenteranya membuat kejahatan.
Hati tempat penglihatan dan nilai Tuhan. Maka jagalah hati atau Roh kita dengan baik. Berilah ia makanan yang baik dan cukup, yaitu berupa shalat, zikrullah, membaca Al Quran, tasbih, tahmid, shalawat , mensykuri nikmat Allah dan selalulah mengingat mati. Berilah hati atau roh kita dengan pakaian bagus dan indah yang bernama taqwa. Jauhkanlah hati dari penyakit marah, bakhil, pendendam, sombong, riya, ujub, takabbur dan sebagainya. Maka jagalah hati. Wallahul musta’an.
Rabu, 21 September 2011
Jagalah Hati
Ku Tata kembali
Senin, 18 April 2011
RENUNGAN AWAL (SUFINEWS)
Lewat sebuah Hadits Qudsi
Allah mengajak hamba-Nya berdialog
Hamba-Ku,
Aku haramkan aniaya atas Diri-Ku
Dan Kujadikan ia larangan bagimu
Maka, janganlah saling menganiaya
Hamba-Ku,
Setiap dari kalian akan tersesat
Kecuali mereka yang Kuberi petunjuk
Maka mintalah bimbingan kepada-Ku Pasti Ku bimbing
Hamba-Ku,
Setiap dari kalian tetap akan lapar
Kecuali mereka yang Kuberi rezeki
Maka mintalah nafkah kepada-Ku Pasti Kupenuhi
Hamba-Ku,
Setiap dari kalian adalah telanjang
Kecuali orang yang Ku sandangi
Maka mintalah pakaian kepada-Ku Pasti Ku cukupi
Hamba-Ku,
Tak ada artinya bagi-Ku
Perilaku baik dan burukmu
Maka berbuatlah sesukamu
Hamba-Ku,
Jika saja seluruh dari sesamamu
Semenjak makhluk pertama hingga generasi paling purna
Baik jin maupun manusia
Semuanya bertakwa dengan sepenuh jiwa
Laksana jiwa orang yang paling suci di antaramu
Sungguh sedikit pun tidak menambahi
Kemegah-agungan istana-Ku
Dan kalaupun semuanya durhaka
Laksana jiwa orang yang paling durjana di antaramu
Sungguh sedikit pun takkan mempengaruhi
Kemegahan istana-Ku
Dan seandainya semuanya berdiri menyatu
Di atas sebongkah batu
Kemudian berdoa dan meminta
Pasti akan Kupenuhi satu persatu pintanya
Dan sungguh semua itu
Takkan mengurangi sedikit pun apa yang ada pada-Ku
Melainkan hanya bagai air yang menempel pada peniti
Yang dientas dari samudera
Hamba-Ku,
Adanya dirimu hanya bagi dirimu
Dan semua bergantung atas perbuatanmu
Aku berikan kesempatan
Dan nantinya Ku anugerahi balasan
Siapa pun nantinya yang memperoleh kebaikan
Hendaklah ia berterima kasih dan memuji Tuhan
Dan yang menemukan keburukan
Janganlah mengeluh dan menyalahkan
Kecuali pada dirinya sendiri
Rasulullah saw. bersabda:
Orang-orang yang selalu menyayangi
Akan disayang Maha Penyayang
Maka, sayangilah penghuni bumi
Niscaya engkau akan disayang penduduk langit
Tersesat di Syurga (SUFI NEWS)
Seorang pemuda, ahli amal ibadah datang ke seorang Sufi. Sang pemuda dengan bangganya mengatakan kalau dirinya sudah melakukan amal ibadah wajib, sunnah, baca Al-Qur’an, berkorban untuk orang lain dan kelak harapan satu satunya adalah masuk syurga dengan tumpukan amalnya.
Bahkan sang pemuda tadi malah punya catatan amal baiknya selama ini dalam buku hariannya, dari hari ke hari.
“Saya kira sudah cukup bagus apa yang saya lakukan Tuan…”
“Apa yang sudah anda lakukan?”
“Amal ibadah bekal bagi syurga saya nanti…”
“Kapan anda menciptakan amal ibadah, kok anda merasa punya?”
Pemuda itu diam…lalu berkata,
“Bukankah semua itu hasil jerih payah saya sesuai dengan perintah dan larangan Allah?”
“Siapa yang menggerakkan jerih payah dan usahamu itu?”
“Saya sendiri…hmmm….”
“Jadi kamu mau masuk syurga sendiri dengan amal-amalmu itu?”
“Jelas dong tuan…”
“Saya nggak jamin kamu bisa masuk ke syurga. Kalau toh masuk kamu malah akan tersesat disana…”
Pemuda itu terkejut bukan main atas ungkapan Sang Sufi. Pemuda itu antara marah dan diam, ingin sekali menampar muka sang sufi.
“Mana mungkin di syurga ada yang tersesat. Jangan-jangan tuan ini ikut aliran sesat…” kata pemuda itu menuding Sang Sufi.
“Kamu benar. Tapi sesat bagi syetan, petunjuk bagi saya….”
“Toloong diperjelas…”
“Begini saja, seluruh amalmu itu seandainya ditolak oleh Allah bagaimana?”
“Lho kenapa?”
“Siapa tahu anda tidak ikhlas dalam menjalankan amal anda?”
“Saya ikhlas kok, sungguh ikhlas. Bahkan setiap keikhlasan saya masih saya ingat semua…”
“Nah, mana mungkin ada orang yang ikhlas, kalau masih mengingat-ingat amal baiknya? Mana mungkin anda ikhlas kalau anda masih mengandalkan amal ibadah anda?
Mana mungkin anda ikhlas kalau anda sudah merasa puas dengan amal anda sekarang ini?”
Pemuda itu duduk lunglai seperti mengalami anti klimaks, pikirannya melayang membayang bagaimana soal tersesat di syurga, soal amal yang tidak diterima, soal ikhlas dan tidak ikhlas.
Dalam kondisi setengah frustrasi, Sang sufi menepuk pundaknya.
“Hai anak muda. Jangan kecewa, jangan putus asa. Kamu cukup istighfar saja. Kalau kamu berambisi masuk syurga itu baik pula. Tapi, kalau kamu tidak bertemu dengan Sang Tuan Pemilik dan Pencipta syurga bagaimana? Kan sama dengan orang masuk rumah orang, lalu anda tidak berjumpa dengan tuan rumah, apakah anda seperti orang linglung atau orang yang bahagia?”
“Saya harus bagaimana tuan…”
“Mulailah menuju Sang Pencipta syurga, maka seluruh nikmatnya akan diberikan kepadamu. Amalmu bukan tiket ke syurga. Tapi ikhlasmu dalam beramal merupakan wadah bagi ridlo dan rahmat-Nya, yang menarik dirimu masuk ke dalamnya…”
Pemuda itu semakin bengong antara tahu dan tidak.
“Begini saja, anak muda. Mana mungkin syurga tanpa Allah, mana mungkin neraka bersama Allah?”
Pemuda itu tetap saja bengong. Mulutnya melongo seperti kerbau.